Bundanya Tantik & Thoriq. ~ Suka Baca Suka Nulis ~ Suka Masak Doyan Makan ~ Suka Jajan Suka Jalan-Jalan

Biola Papa


Siang ini seperti biasa setelah mengerjakan pekerjaan rumah, saya mulai leyeh-leyeh di kamar Tantik. Entah mengapa, saya merasa senang sekali istirahat di sini. Bisa membaca buku sambil menunggu yang empunya kamar pulang sekolah.
Sejenak, …saya terpaku, mata saya tertuju kepada kotak hitam di sudut meja belajarnya, kotak yang berisikan Biola. Biasanya, begitu sampai di rumah tanpa mengganti seragamnya Tantik langsung mengambil alat musik itu. Duduk manis di kursi kuning dan mulai memainkan biolanya sambil melihat ke arah handphonenya. Pelan-pelan (baca : tersendat-sendat 😊) Asal Kau bahagianya Armada mulai terdengar…dan setelah itu dia mulai menanyakan…”Gimana Bun…udah mulai bagus kan..?” Saya pun memberikan komentar layaknya pengamat musik yang bikin dia senang tapi kadang juga keki hihihi…😆
Ngiik…Ngiiiik…Ngeek…begitu awal-awal bunyi gesekan saat pertama dia berlatih memainkan biola. Suara gesekan bilanya terdengar tidak stabil, persis seperti suara engsel pintu yang berkarat …hehehe …..😄
Tapi kami selalu memberinya semangat, mengabaikan bunyi ngiiik..ngeek yang terasa aneh di telinga namun mulai terasa indah didengar..
Diam-diam saya selalu mensyukuri, ternyata Tantik mewarisi bakat bermain biola seperti Almarhum Papa.
Cerita tentang Biola selalu mengingatkan saya pada Papa, sosok yang luar biasa. Papa senang bermain Biola. Mungkin sebagai penyeimbang dengan kesibukan kerjaan di kantor. Beliau memiliki sebuah biola yang bagus sekali. Warnanya perpaduan dari coklat tua dan muda mengkilap, lebih gelap sedikit dari warna biola kepunyaanTantik.
Dulu, bila ada waktu senggang beliau mulai mengeluarkan alat musik gesek itu. Kemudian mengambil Damar, benda transparan yang berbentuk persegi panjang kecil untuk digosokkkan kuat ke rambut busur dari atas ke bawah sebanyak tiga atau empat kali.
Papa bilang, ini untuk memindahkan sedikit debu getah ke rambut busur yang terbuat dari ekor kuda putih, supaya lebih lengket, cengkeraman busur ke senar pun menjadi stabil dan tidak gampang lepas. Begitu penjelasan Papa, ketika saya menanyakan kenapa sebelum memainkan biola, harus ada ritual menggosokkan rambut busur ke damar terlebih dahulu yang dilanjutkan dengan mengusap-usap Biolanya dengan kain flanel berwarna jingga.
Biola Papa sangat terawat sekali, hingga saat ini. Karena di keluarga kami tak ada satupun yang menyentuh biola papa, karena dari jumlah anggota keluarga yang berjumlah enam, tak ada satupunyang mewarisi bakat bermain biola seperti Papa. Jadi hanya Papa sendiri yang menyentuh biolanya.
Biola adalah alat musik yang dimainkan dengan cara digesek. Menurut saya, bisa memainkan alat musik dawai yang memiliki empat senar ini istimewa dan unik. Setiapkali saya mendengar suara biola yang dimainkan Papa, apalagi bila digesek dengan tempo relatif lambat, nada-nada yang panjang,… sungguh syahdu dan menyayat hati.
Dengan biola itu, biasanya Papa memainkan lagu Tuhan, Timang -Timang, Mengapa Kau Menangis…Meski tak sehebat gesekan Idris Sardi, kita yang mendengar akan larut dengan irama lagu itu. Karena Papa memainkannya dengan sepenuh hati , begitu menjiwai ,menyatu dengan Biolanya.
Sempat terpikir oleh saya, kenapa waktu Papa memainkan Biolanya tidak direkam saja menggunakan tape yang ada pada saat itu. Momen indah yang tak takan terulang dan harus didokumentasikan. Seperti Tantik sekarang, setiap memainkan biolanya direkam, kemudian didengarkan. Kalau dirasa masih kurang bagus diulang lagi, begitu terus menerus sampai bagus. Terus disimpan.
Saya dan suami termasuk penikmat musik instrument Biola. Kami suka sekali dengan gesekan Sang Maestro Idris Sardi apalagi dengan lagu-lagu lawas dan religinya, sangat luar biasa indah di telinga. Selain dengan Om Idris Sardi, kami juga kagum dengan Vanessa Mae dan Bond. Melihat mereka bisa menggesek dengan tempo cepat dan kadang dipetik sehingga mengeluarkan efek suara yang bagus sekali.
Sekarang, Biola Papa tinggal kenangan. Sejak Papa meninggal, Biola itu hanya tergeletak di kamar saja. Kotaknya pun berdebu karena tidak ada yang memainkannya. Sampai pada suatu hari, ada sahabat abang saya yang sedang menuntut ilmu di ISI Jogya menyampaikan keinginannya untuk membeli Biola Papa. Tapi Mama menolaknya, …” Ambil saja, ndak usah dibayar, Insya Allah barang ini akan lebih bermanfaat di tangan pemilik barunya “ Hanya pesan saya, tolong dimanfaatkan dan dirawat saja dengan sebaik-baiknya.
Kenangan tentang Biola dan Papa memang sulit untuk dilupakan, membuat saya sesekali harus menyeka airmata. Aaah…rindu bisa hadir dalam bentuk apa saja. Dan siang ini dia menyapa saya dalam bentuk Biola Papa. Kalau saja Papa masih ada, pasti beliau akan senang dan bangga. Meskipun tak sehebat beliau, setidaknya sudah ada yang mewarisi bakatnya bermain biola.😊
------

1 komentar:

  1. Sudah lama sekali ingin beljar main Biola tapi tak pernah kesampaian karena tidak ada yang ngajarin. Minta ajarin Cantik aaahhh...

    BalasHapus

Adbox

Galeri Poto